Kang Nasrudin
Kang Nasrudin Alumni PP. Miftahul Falah, Sumber Sari. Lanjut ke PP Darussalam Blokagung, Banyuwangi. Pernah mengikuti program Pesantren Pasca Tahfidz Bayt Alquran, Tangerang, Pusat Studi Alquran, salah satu santri angkatan ke 8.

Makhluk terkutuk By: Nasrudin El_Maimun

Tidak ada komentar

Daftar Isi [Tampil]



Aku menatap benda itu sinis. Entah kenapa aku sangat membencinya.. Dari bau badannya saja bisa aku tebak bahwa benda itu sangat tidak sedap di pandang apalagi untuk makanan setiap saat. Dan entah sampai kapan aku akan terus membencinya. Nafas yang di keluarkannya bagiku begitu menusuk hidung. Kotorannya yang tercecer di sembarang tempat membuatku stres karena aku di jadikannya budak untuk membersihkan kotoran itu. Di pojok kamar, di kolong meja, di kolong bangku, di mana-mana, bahkan tidak peduli gelas antik tak segan di jadikannya WC. Nafas yang di hasilkannya menimbulkan gumpalan-gumpalan yang melenggang dengan sombongnya ke udara.
Di sudut ruangan, di kolong meja, di pojok dapur, di ruangan penuh bukupun tak luput di jadikannya sebagai tempat berkembang biak dengan subur. Padahal di dinding, mading, di sudut ruangan, tertempel larangan untuk mengembangkannya. Di terminal, di stasiun, di gerbong kereta, di dalam bis ekonomi, sialan benar benda itu. Ia selalu ada di mana-mana.
Aku tatap ruanganku, markasku yang menjadi WC umum. Orang-orang bergerombol dan bercakap tentang banyak hal. Cerita tentang sawahnya, tentang kebun, tentang anak, keluarga dan sebagainya. Tapi yang jelas mereka selalu, selalu dan selalu meninggalkan kotoran yang bau dan menyesakkan paru-paruku. Nafas-nafas mereka bergumpal-gumpal dengan pongah dan penuh kepongahan. Nafas itu melayang memenuhi ruangan dan meninggalkan bau yang melekat di baju, celana, serban, bahkan bulu badan mereka sendiri. Aku yakin bulu di bagian yang paling pribadi merekapun telah menyimpan bau busuk benda itu. Melekat dan berkarat.
Aku pandang sudut-sudut ruanganku yng di jadikan WC. Di sana ada setumpuk kotoran, di sana lagi, bahkan gelas minumku tak luput dari amukan kotoran itu. Oh Tuhan...... aku cium bajuku, ah, bau! Sialan! Padahal aku tidak sedikitpun ikut memelihara makhluk terkutuk itu. Yah, sepertinya pantas di sebut makhuk terkutuk, karena konon Tuhan menciptakannya dari kencing Iblis. Dan benar-benar orang yang memeliharanya seperti Iblis. Mereka tidak perduli bahwa ada makhluk lain yang memerlukan udara segar. Mereka tidak memperdulikan larangan-larangan. Mereka gunakan segala dalil untuk mengesahkan kelakuan mereka. Dari orang biasa, pelajar, mahasiswa, dosen, santri bahkan kyai banyak yang memelihara benda itu dan menyayanginya. Sehari mulut mereka tak menyesap nafas kotor dari benda itu, seakan kepala mereka terasa pecah, mulut terasa kecut, pikiran buntu, dan ide-ide cemerlang tidak lahir, itu kata mereka. Bagi yang paham akan khilafiyah agama, maka mereka menggunakan pendapat dari ulama favoritnya untuk mengatakan ini bisa berhukum sunah, bahkan bisa wajib, gila.....
Semua, semua memeiharanya. Dari yang kaya maupun si miskin papa. Dari yang bertuliskan “mild” sampai yang cukup dengan kulit jagung dengan merek “kelobot”. Semua punya hukum sendiri. Dan aku serta orang sebangsaku, yang anti akan makhluk itu selalu dan selalu jadi korban. Kamilah yang menghirup limbah mereka, yang di cekoki nafas busuk, yang harus menikmati kotorannya. Sedang mereka dengan tanpa risih dan tanpa perduli sedikitpun akan nafas kotor dan limbah-limbah yang mereka sisakan di bawah meja dan di sudut ruangan kami. Mereka katakan ini adalah hak asasi mereka. Lalu kami apa? Tidakkah kami berhak menghirup nafas bebas, udara tanpa limbah dari nafas yang mereka keluarkan?
Di sudut ruangan kantor, di pojok sekolah.....gila! Semua tempat jadi tempat berkembang biak. Ingin kumaki pemeliharanya, eh....guruku sendiri, teman dekat atau bahkan lebih dari itu. Aku, kami juga punya hak hidup dengan damai, tapi mereka merasa dunia ini milik mereka sendiri. Mereka terus,terus dan terus memelihara benda terkutuk itu. Menyayanginya dengan segala cara dan bentuk. Padahala yang mereka sayangi itu sangat merugikan mereka sendiri. Di setiap baju makhluk itu pasti tertera peringatan bahwa dia sangat berbahaya dan merugikan. Tetapi semakin gencar kampanye anti benda itu di dengungkan, maka semakin nikmat mereka menciumi dan menghisap makhluk bau itu. Gila!!! Sinting!!!
Aku heran, sangat heran, kenapa bukan mereka saja yang tersiksa dengan benda itu. Mengapa justru kami yang harus tersiksa padahal mereka yang menikmatinya tidak apa-apa? Kami yang terpapar dampaknya. Nafasku sering sesak, paru-paruku terjangkit penyakit. Kenapa tidak mereka saja? Tapi ku sadari juga bahwa yang memberi sakit dan penyakit bukan benda itu, tapi yang menciptakan segalanya termasuk yang menciptakan pencipta benda terkutuk itu. Entah ada atau tidak ada mereka, kalau sakit sakitlah aku.
 Tapi benda yang mereka sayangi itu sungguh menyiksaku, dan menambah adzabku saja. dan lihatlah pasangan dari makhluk itu. Secangkir oli hitam pekat. Yang selalu di perlakukan sebagaimana halnya benda itu untuk meninggalkan kotoran hitam yang akhirnya menjmur dan menimbulkan bau tidak sedap. Lebih parah lagi para penjahat bangsat itu malah menjadikan sisa oli yang di wadah sekalian sebagai tampungan kotoran makhluk itu.
Sungguh pasangan yang serasi untuk orang-orang bodoh yang egois. Mereka selalu berpikir bahwa tidak perlu menegur mereka karena ini haknya. Okelah kawan. Terserah engkau terus menghisap benda bangsat itu, terserah kau. Kau bilang hukum benda itu hanya makruh, sunah atau bahkan wajib, terserahmulah. Tapi tidakkah otak bebalmu itu berpikir? Bahwa perbuatanmu itu telah menganiaya kami, golongan yang terimbas ini? tidakkah itu suatu dosa Adami, dan kami tidak akan memaafkan kalian, demi Tuhan. Tidakkah kalian sadar kejorokan kalian itulah yang menyebabkan dosa? Kedhzaliman kalian dengan sesukannya membuang kotoran di gelas, di kolong meja, di sisa “oli” itulah yang membuat kalian punya dosa terhadap sesama anak manusia. Dan sekali lagi tidak sekalipun kami sudi memaafkan kecuali di tukar dengan segunung amal kalian nanti di akhirat.
Buka matamu! Buka telingamu! Buka hidungmu! Lihatlah kotoran yang kau tinggalkan. Dengarkan olehmu batukku yang tidak berhenti sejak penyakit bersarang di paru-paruku. Ciumi tubuhmu, bajumu, atau kalau perlu bulu kemaluanmu sekalian bagaimana baunya dirimu dengan nafas benda itu.
Pakai otakmu! Pakai naluri manusiamu! Pakai hatimu! Bagaimana nasib kami yang anti kepada benda itu? Ingat!! Ingat!! Kami akan menuntutmu di hadapan Tuhan dan meminta sebagian amal baik kalian untuk di tukar dengan amal buruk kami. Ingat itu!!
*__________________________________*

Kang Nasrudin
Kang Nasrudin Alumni PP. Miftahul Falah, Sumber Sari. Lanjut ke PP Darussalam Blokagung, Banyuwangi. Pernah mengikuti program Pesantren Pasca Tahfidz Bayt Alquran, Tangerang, Pusat Studi Alquran, salah satu santri angkatan ke 8.

Komentar