Kang Nasrudin
Kang Nasrudin Alumni PP. Miftahul Falah, Sumber Sari. Lanjut ke PP Darussalam Blokagung, Banyuwangi. Pernah mengikuti program Pesantren Pasca Tahfidz Bayt Alquran, Tangerang, Pusat Studi Alquran, salah satu santri angkatan ke 8.

Sinopsis Novel “The Love For Ning”

1 komentar

Daftar Isi [Tampil]

Karena keluguannya, Afkar hanya bisa menahan perasaan sukanya kepada salah satu teman sekelas, Nafis. Selama setahun dia menahan diri dan menjalani kungkungan rindunya. Hingga hal itu mencapai puncaknya saat-saat menjelang UAN Tingkat SMP dan Sederajat. Hal itu membuatnya memberanikan diri untuk menulis surat kepada Nafis, sang bunga hatinya.
Di luar dugaan ternyata Nafis juga memendam perasaan yang sama bahkan sejak di kelas II MTs. Kebon Duren, sekolah mereka. Rasa hati Afkar mendapat sambutan bahagia. Balasan surat dari Nafis mengantarkannya ke pertamanan bunga rindu.
Namun itu hanya sesaat, karena keduanya memang harus berpisah untuk menempuh pendidikan masing-masing. Afkar menekuni ilmu keislaman di Pesantren Al-Falah, sedang Nafis  mondok di Nurush Sholah, Jember. Keduanya sama-sama tak tahu pesantren masing-masing. Enam tahun keduanya menjalani “hubungan” tanpa komunikasi. Hanya saling percaya dan memegang janji masing-masing.  
Tibalah bulan Ramadhan yang mempertemukan keduanya di pesantren Al-Falah tempat Afkar menimba ilmu. Bahagia bertiup membelai kedua jiwa yang lama dilanda cinta. Pertemuan Afkar dengan Nafis suatu siang di kantor pesantren putri membuat keduanya kembali merasakan getar-getar cinta seperti beberapa tahun yang lalu.
Namun indahnya pertemuan itu tidak berlangsung lama. Ternyata orang tua Nafis yang merupakan pengasuh salah satu pesantren mempunyai tujuan lain sehingga menitipkan Nafis di Al-Falah saat Ramadhan ini. Sang kyai berniat mencarikan pendamping untuk nafis. Keberadaan nafis di Al-Falah tak lepas dari isyarat yang diperoleh Kyai Muslih, ayahnya, ketika melakukan istikharah. Jadilah Nafis bulan Ramdhan itu dititipkan di Al-Falah. Kyai Mahmud yang masih merupakan teman Kyai Muslih ketika dulu sama-sama mondok bersedia membantu Kyai Muslih menemukan menantunya.
Memilih seorang imam bagi nahkoda kehidupan seorang wanita sekaligus melanjutkan kelangsungan sebuah pesanrten bukanlah hal  sepele. Maka Kyai mahmud melakukan istikharah. Pilihan hati sang kyai tertuju antara Afkar dan sahabatnya yang masih ada hubungan kekeluargaan dengan Kyai Mahmud, Adib. Ini semua karena putra-putra Kyai Mahmud masih lebih muda ketimbang Nafis, sehingga ia tidak menyertakan putranya dalam pertimbangan itu.
Sungguh tak disangka, ternyata Kyai Mahmud yang sebenarnya secara pribadi condong kepada afkar akhirnya harus memutuskan hal lain. Berdasarkan kemantapan hati setelah memohon petunjuk, Kyai Mahmud akhirnya memilih Adib untuk memenuhi “pesanan” Kyai Muslih.
Merupakan pukulan telak bagi mereka bertiga, Adib, Afkar, dan Nafis. Bagaimanakah Nafis yang lama memelihara rasa bersama Afkar, harus bersanding dengan Adib yang justru sahabat Afkar? Terguncanglah jiwa Afkar. Nafis berduka. Adib merasa bersalah.
Dalam kegelapan jiwa yang dirundung lara, Afkar suatu malam pergi dari pesantren mengikuti langkah kakinya berlari menembus gelapnya malam dalam guyuran hujan dan gelegar petir dan halilintar. Minggat.
Di sisi lain Kyai Mahmud dan Kyai Muslih berusaha meluluhkan hati Adib dan Nafis. Dengan berbagai penjelasan dan nasehat akhirnya kedua insan itu mencoba menerima dan menjalani keputusan para orang tua.
“…..Cinta sejati itu terkadang juga bukan menjadi jodoh kita. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa cinta sejati adalah cinta yang diberikan hanya untuk suami.” Demikian sebagaian perkataan Kyai Mahmud kepada Nafis.
“Kecuali sampeyan rela aku serahkan pesantren ini kepada Adib dan istrinya kelak dan sampeyan aku nikahkan dengan Afkar, karena menurut isyarat dan kemantapan hati Kyai Mahmud juga, Adiblah yang layak meneruskan pesantren ini,” kata Kyai Muslih yang begitu telak membuat hati gadis itu tak bisa menolak untuk menerima “Pilihan Tuhan.” Pada akhirnya Nafis dan Adib mencoba untuk menerima cinta sejati yang harus mereka jalin dari titik hampa.
Sementara Afkar setelah mendapatkan pencerahan dari seorang tua yang ditemuinya, Mbah Manshur. Akhirnya bisa menerima kenyataan. Tetapi luka tetaplah luka. Tak mampu ia menjalani hari-hari bersama Adib kembali. Akhirnya ia memilih untuk kembali meneruskan belajar ke Jawa. Mondok lagi. Setelah menyelesaikan segala urusan dengan Kyai Mahmud dan Adib, berangkatlah Afkar membawa sisa luka hatinya untuk menggapai cita-cita di tanah seberang.
“Selamat tinggal cinta, selamat tinggal luka. Selamat tinggal Bakauheni selamat tinggal Sang Bumi Ruwa Jurai. Setumpuk luka lara akan aku ubah menjadi segudang pupuk penyemangat jiwa meraih setinggi-tinggi asa.”
 Penerbit: Star Production
Buku pertama dari Dwilogi "The Love For Ning"
Tebal :232 halaman
Harga : 40.000
Sementara hanya melayani pesanan. Silakan hubungi : 082336086030 (sms)

Kang Nasrudin
Kang Nasrudin Alumni PP. Miftahul Falah, Sumber Sari. Lanjut ke PP Darussalam Blokagung, Banyuwangi. Pernah mengikuti program Pesantren Pasca Tahfidz Bayt Alquran, Tangerang, Pusat Studi Alquran, salah satu santri angkatan ke 8.

1 komentar