Kang Nasrudin
Kang Nasrudin Alumni PP. Miftahul Falah, Sumber Sari. Lanjut ke PP Darussalam Blokagung, Banyuwangi. Pernah mengikuti program Pesantren Pasca Tahfidz Bayt Alquran, Tangerang, Pusat Studi Alquran, salah satu santri angkatan ke 8.

Cita-cita Gus Koplo

Tidak ada komentar

Daftar Isi [Tampil]
(Nasrudin)
Ustadz Bro membenahi songkok “Samber Geledek” yang bertengger anggun di kepalanya. Sehabis belajar kelompok saat takror begini dawuh-dawuhnya akan mengalir bak embun penghapus dahaga…(wedan..) Namanya Syihaburrohman, tetapi panggilannya Bro, panggilan singkat dari Burro dari nama tengahnya. Lebih keren kata para santri di kelas yang diasuhnya. “Songkok Samber Geledek” adalah julukan untuk songkok lusuhnya yang mungkin semenjak ia mondok tidak pernah diganti, apalagi dicuci. Karena songkok beludru itu sering terkena air makanya berwarna kuning. Jadilah songkok itu mendapat anugrah gelar “Samber Geledek”.
Ustadz menebar senyum khasnya. “Kang Shomad, apa cita-cita sampeyan nantinya?” ujarnya tiba-tiba. Rupanya hari ini ia memulai acara pendawuhan dengan metode diskusi.
“Mau bikin TPQ, Pak. Biar anak-anak tetangga bisa baca al-Qur’an dengan baik..” jawab Kang Shomad yang memang baru diwisuda Qiroati pas haul kemarin.
“Ooo, bagus. Dengan kata lain nantinya punya lembaga, terus jadi Kyai ya…” Yang digojloki mesam-mesem terkena jebakan. Anak-anak kelas dua Wustho pada cekikikan.
“Lek Kang Sodron, cita-citane opoan?” tanya Ustadz Bro. Kang Sodron, si lugu nan lutuk hanya prengas prenges. “Pengen bermanfaat, Pak..”
“Bentuk’e?” buru Ustadz Bro.
“Nggeh bisa mengamalkan ilmunya walaupun nggak seberapa, terus mengarahkan keluarga dan masyarakat ke arah kebenaran…” Wueeeee!!! Anak sekelas bersorak.
“Berarti mengamalkan ilmunya, akhirnya punya santri juga dan akhirnya jadi Kyai?” Skak lagi.
“Lha sampeyan Kang Rosyi? Dadi opo?” ganti Kang Rosyi, si Tampan Mairil kelas yang tersipu. Kalau sudah seperti itu biasanya Kang Dul mendaratkan tangannya ke pipi Kang Rosyi. Gemes.
“Seng penteng sholat, ngaji, istiqomah sampek mati…” jawaban ini kayaknya nggak bisa di skak oleh Ustadz Bro. Ustadz Bro manggut-manggut, kami bertepuk tangan untuk si Tampan Mairil Kelas.
Tiba-tiba Gus Koplo yang memang terkenal kekoploannya menyahut dengan garang, “Lha aku nggak ditanyai to, Pak!!!” katanya sembari mengunyah kertas buku di tangannya. Gus putra pengasuh yang terkenal jadzab itu emang kumat-kumatan. Dia telah menyelesaikan semua kewajiban hafalan dalam waktu singkat. Pelajaran, kalau dia pas nggak kumat koplonya juga akan segera dipahaminya, lalu teman sekelas tinggal copy paste dari otaknya. Ustadz Bro terkejut. “Oh, Nggeh monggo Gus, peyan cita-cita apa?” Katanya kemudian.
“Aku mau jadi artis papan atas, punya band yang diidolakan wanita, dan jadi selebriti jos ngalahin si Rel Sepur dengan Band No Ancur-nya!!” jawab Gus Koplo tanpa mengurangi nada suaranya yang tinggi. Anak-anak cekikikan sendiri. Rel Spur adalah artis nomor wahid di NKM (Negara Kesatuan Mustatar) yang baru keluar dari penjara gara-gara video hotnya bersama Lulu Goyang tersebar. Ketika ia keluar penjara Band No Ancur yang dibentuknya justru melambung bak roket.
 “Lho kok artis, Gus?” tanya Ustadz Bro penasaran.
“Jelas enakan jadi artis daripada nggantiin Abah jadi Kyai..Jadi artis mau kawin berapa kali, bahkan zinapun, gak masalah. Justru setelah berulangkali zina malah semakin dipuja. Kaum hawa ngantri ama anunya. Kalau jadi Kyai, wayuh, wuaaah langsung dihujat dan dibicarakan senegara…” pikiran kami langsung tertuju pada Aa Greng, Da’i kondang yang namanya ditenggelamkan media gara-gara poligami. Kali ini Ustadz Bro malahan melepas songkoknya pertanda pusing. “Malahan kalau jadi artis, keluar penjara gara-gara narkobapun seakan pahlwan pulang dari medan perang. Kyai masuk penjara? Santri bubar. Artis kelonan, tambah kaya. Ustadz ngilikitik santri Tpq putri, masuk penjara dan koran memasang judul “Ustadz Cabuli santri TPQ”,” cerocos Gus Koplo makin gencar membuat sang Ustadz mengacak-acak rambutnya. Pelan-pelan Gus Koplo mengeluarkan permen Sikil dari saku lalu menikmatinya seperti orang merokok.
“Kok gila ya,”pikir Ustadz Bro. “Artis ahli zina, ahli narkoba dipuja, disanjung, dielu-elukan. Tapi yang baik, halal, sah, malah dicela. Ada yang menuntut atas nama agama. Ada yang memperjuangkan hak kesetaraan gender. Ada yang atas nama perasaan. Sebenarnya yang sinting itu media ataukah massa? Media sinting, bobrok, porno, mengusung berita artis kesayangan dengan tanpa mencelanya. Memajang patung si artis padahal orangnya masuk penjara gara-gara narkoba. Sebenarnya yang edan itu orangnya atau zamannya sih? Waduh….Orang milih idola nggak pernah peduli. Kan orang itu akan dikumpulkan dengan yang disukainya. Apa mereka nggak ingat hadis itu? Wong aibnya sudah bukan aib lagi, bahkan derajatnya kalau di qodaf, di dalih, dituduh zina, maka si qodif nggak dihad. Lawong masyhur gampang gituan. Apa para wanita itu lebih seneng digilir untuk menikmati “goyang” sama artis daripada diwayuh Kyai yo? Ah, ya nggak ding. Tapi kalu diwayuh yo emoh. Terus yang sinting siapa? Artis gonta ganti pasangan kumpul kebo, katannya sensasi dan infotainment. Opo bener yo, enakan cita-cita jadi artis dan punya band kondang daripada jadi Kyai?” Ustadz Bro membanting Songkok Samber Geledek. Anak-anak tertawa gembira. Biasanya kalau sudah kalah obrolan, pasti segera pulang. Dan kali ini Ustadz Bro ternyata benar-benar pusing dan skak mat oleh Gus Koplo. Mungkin baru besok dia akan memberi jawaban dengan dalil dari kitab kuning. Ia berlalu sampai lupa mengucap salam penutup. Seakan dikomando anak-anak berseru “Wa’alaikum salam warohmatullohi wabarokatuh!!!....” Ustad Bro tidak mendengar lagi karena pikirannya diusik pertanyaan; masih adakah santri waras yang tidak mengidolakan artis pelaku zina terang-terangan dan artis konsumen narkoba? Ataukah semua santri telah sinting? 
R.3 1 Juni ‘13

Kang Nasrudin
Kang Nasrudin Alumni PP. Miftahul Falah, Sumber Sari. Lanjut ke PP Darussalam Blokagung, Banyuwangi. Pernah mengikuti program Pesantren Pasca Tahfidz Bayt Alquran, Tangerang, Pusat Studi Alquran, salah satu santri angkatan ke 8.

Komentar