Kang Nasrudin
Kang Nasrudin Alumni PP. Miftahul Falah, Sumber Sari. Lanjut ke PP Darussalam Blokagung, Banyuwangi. Pernah mengikuti program Pesantren Pasca Tahfidz Bayt Alquran, Tangerang, Pusat Studi Alquran, salah satu santri angkatan ke 8.

Sepah!!!

Tidak ada komentar

Daftar Isi [Tampil]

Di pinggiran kota ini kami berbaur dalam keramaian perayaan tahun baru. Terompet-terompet berteriak bising. Kembang api berpendaran di langit kota. Ratusan manusia tumpah ruah di jalan raya, perempatan, taman-taman, bahkan di pinggir sawah dan sungai dalam keremangan bersama pasangannya.

Di sini, di sisi taman kota kami berdua bersenda gurau dalam keceriaan. Suara petasan dan kembang api, pijaran bunga-bunga api di langit kota menghiasi malam kami, seindah bunga-bunga yang berpijar dalam hati kami. Hembusan angin malam, suara jangkrik, ditingkah nyanyian burung malam menemani kami berdua, menjadi saksi keceriaan ditingkah kebahagian yang tak tergambarkan. Aku sendiri tidak akan bisa menjawab bila engkau bertanya kenapa harus denga cara ini aku merayakan tahun baru? Kenapa justru dalam keremangan pinggiran kota di tepi semak yang bernyamuk harus kami rayakan pergantian tahun. Jangan tanya itu. Tak akan aku jawab. Karena yang aku tahu aku dalam kebahagiaan saat ini. Dia pun begitu adanya. Jangan tanya apa yang kami lakukan karena seharusnya engkau pun tahu apa yang kami kerjakan. Tidak perlu kau bayangkan apa yang kami rasakan, karena seharusnya engkau pun paham bagaimana perasaan kami.
Disini, di pinggiran kota, di semak tepi sawah. Ditingkah suara jangkrik, orong-orong, dan nyanyian urung malam. Senandung burung hantu. Bahkan suara tokek dari pinggiran bangunan tak bertuan. Semua demi satu kata, merayakan tahun baru dengan cinta. Cinta satu kata dengan lima aksara yang membingungkan para insan untuk menafsirinya. Biarkan kami dalam keasyikan kami. Karena kami pun tahu bahwa di mana-mana akan sama. Mereka yang bertebaran di tengah kota sana akan bermuara di sini. Atau di kamar-kamar hotel maupun penginapan murahan di pinggiran kota. Tapi biarkanlah cukup kami disini menikmatinya dalam paduan suara hewan malam di pinggiran kota di pinggiran sawah.
Suara rayuannya mendesah syahdu di telingaku. Nafasnya memburu dalam nafsu. Mata menjadi gelap di tambah suasana sekitar yang memang tanpa cahaya. Inilah perayaan tahun baru!
***
Tiga bulan berlalu. Suasana tahun baru sekejap hilang malam itu juga. Tetapi aku tidak akan pernah melupakannya. Bagaiman aku akan lupa kalau kini aku telah terlambat datang bulan? Lalu kemanakah dia yang menabur rasa dan benih dalam raga? Apakah semua ini untuk sesuatu yang bernama cinta? Aku harus lakukan apa?
“ Sayang, kita akan menikah setelah ini...” katamu malam itu.
“ Buktikan cinta dan sayangmu pada malam tahun baru ini, sayang...” rayumu.
Tetapi kini ketika malam tahun baru telah berlalu, begitu juga berlalulah kata-katamu. Sementara hasil dari malam tahun baru masih mengendap dalam tubuhku. Mengendap membentuk manusia baru. Menoreh aib di wajahku. Wahai kekasih hati kemanakah engkau saat ini?!!!
Aku hanya bisa berteriak benci di hadapan cermin. Memandang benci pada bayangan di sana. Siapa engkau? Kenapa engkau kini menyimpan benih? Mana cinta yang kau pertahankan? Untuk inikah segala perayaan yang kau lakukan?
Tidak hanya ada tahun baru. Tetapi ada hari-hari lain yang  sudah kami lewati bersama dalam kebahagiaan mengatas namakan cinta. Sudah berkali dia merenggut tubuhku. Di hari kasih sayang, di hari ulang tahunku dan ulang tahunnya, di hari ulang tahun teman dan hari-hari lainnya.
Kini harus aku tanggung sendiri aib ini. Semua telah terlambat, Kawan... Siapa yang suruh ia hadir dalam tubuhku? Kenapa ia mengganggu kenikmatanku? Mungkin di sudut kehidupan sana banyak yang senasib denganku. Ketika cinta diatas namakan dari segalanya. Ketika nafsu telah merengkuh dua jiwa. Ketika akal telah hilang melintasi batas kewarasannya. Bujuk rayu dalam desahan nafas, ditingkah permainan yang menggiurkan. Semua tak akan terhalang apapun .Tetapi kini siapa juga yang menganggung beban? Siapa yang pantas kumaki sebagai bangsat? Lelaki... bangsat kau!!!!
***
Di sini di sudut kota, di tepi sawah. Aku pandang lagi tempat kami merayakan tahun baru beberpa bulan lalu. Saat malam yang penuh nafsu. Diiringi paduan suara hewan malam. Ditingkah suara jangkrik di tepi sawah. Suar tokek. Gemerisik tikus sawah. Senandung burung hantu. Desah nafas memburu. Rayuan membius jiwa.
Aku pandang lagi tempat itu. Terlintas kenangan yang dulu terasa nikmat tetapi kini menjadi basi dalam aib dan kebingungan. Harus bagaimana aku sekarang. Dulu dia katakan cinta dan sayang, tetapi kini setelah tahu aku berbadan dua ia kabur tak tahu entah kemana. Aaah... mulut lelaki sialan!! Jika kau percaya rayuan itu, ketahuilah kawan, ia hanya rayuan setan. Bila sudah direguknya kenikmatan, maka benih itu akan tinggal mengendap dalam badan. Atau malah kini kau lebih pandai dengan memakai pengaman? Sama saja... kau ada BARANG BEKAS!!! Aku sudah bekas, sisa, buangan, ampas, sepah. Hanya satu kata untuk kau dan aku yang senasib. Lelaki adalah bangsat!!!

Di sini, di sudut kota. Di tepi sawah ini aku buang benih yang ia titipkan. Dalam bungkusan plastik hitam besar, terlindungi kardus makanan ringan. Selamat tinggal tahun baru.

Kang Nasrudin
Kang Nasrudin Alumni PP. Miftahul Falah, Sumber Sari. Lanjut ke PP Darussalam Blokagung, Banyuwangi. Pernah mengikuti program Pesantren Pasca Tahfidz Bayt Alquran, Tangerang, Pusat Studi Alquran, salah satu santri angkatan ke 8.

Komentar